Terlepas dari pro dan kontra terhadap kebijakan BLSM sebagai kompensasi kenaikan BBM, ternyata penyaluran BLSM masih carut marut. Koordinasi yang kurang tepat dari instansi terkait membuat penyaluran BLSM tidak efektif. Terang saja ini terjadi, karena data yang dijadikan dasar sebagai penerima BLSM adalah hasil pendataan BPS pada tahun 2011. Hal ini mengindikasikan kesan malas di tubuh BPS untuk melakukan pendataan ulang. Jelas saja ini merupakan suatu keharusan mengingat aspek ekonomi masyarakat merupakan hal yang bersifat dinamis, tidak statis. Dibutuhkan kerja sama yang holistik berkaitan dengan penyajian data yang akan digunakan sebagai dasar untuk pendistribusian dana BLSM tersebut. Kepekaan pemerintah diuji dalam hal ini.
BPS (Badan Pusat Statistik) seharusnya mengkaji kembali data yang diperoleh dengan melakukan pendataan ulang untuk mengidentifikasi kembali pala calon penerima BLSM yang sesuai dengan kriteria, mengingat kehidupan sosial bersifat dinamis. Dan apa yang terjadi akibat kesalahan tersebut? Banyak masyarakat yang seharusnya berhak mendapatkan BLSM pada kenyataannya tidak terdaftar di daftar penerima, akibatnya mereka protes kepada Kepala Desa dan Ketua RT setempat, padahal Kepala Desa dan RT tidak terkait dengan hal itu.
Sekali lagi ini menjadi pelajaran bagi kita semua, data yang akurat dapat diperoleh jika BPS bekerja sama dengan Kepala Desa dan RT-RT di setiap desa, karena merekalah yang lebih mengenal lapangan. Hal lain yang juga penting di antaranya pemerintah diharapkan memberikan definisi yang pasti terhadap masyarakat miskin yang berhak menerima BLSM.
Di sini terdapat kesan seolah-olah pemerintah tak mau repot dalam bekerja dan yang penting instant. Diharapkan ke depan segala kebijakan itu diikuti dengan persiapan yang matang dan berorientasi kepada rakyat kecil. M E R D E K A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis komentar Anda dengan bahasa yang santun